Membaca merupakan aspek penting dalam kehidupan. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari membaca, seperti meningkatkan kinerja otak, menambah pengetahuan, dan mengasah daya ingat. Para pakar pun menyetujui bahwa membaca merupakan hal penting dan memiliki dampak yang sangat bagus untuk manusia. Bahkan sejarah membuktikan bahwa para cendekiawan bangsa terlahir dari lingkungan yang terbiasa dengan kegiatan membaca.
Tercatat, di beberapa negara masih banyak wilayah dengan literasi yang rendah, tapi banyak juga negara dengan tingkat literasinya yang tinggi. Bukan hal baru jika luasnya wawasan pengetahuan suatu bangsa sangat berkaitan erat dengan kemajuan yang dicapai warganya. Korelasi ini tercermin dari minat dan budaya membaca yang kuat dari warga negara dengan indeks literasi tertinggi di dunia.
Nah, tahukah kamu negara mana saja yang memiliki budaya membaca dan tingkat literasi yang tinggi? Penasaran? Yuk simak artikel di bawah ini, berikut adalah lima negara yang memiliki tingkat literasi tertinggi di dunia:
1. Finlandia
Finlandia adalah negara republik dengan sistem pemerintahan parlementer yang beribukota di Helsinki. Menurut peringkat World Happiness Report yang sebagian besar didasarkan pada evaluasi Gallup World Poll selama lima tahun berturut-turut, Finlandia menjadi negara dengan penduduk paling bahagia di dunia.
Tercatat jika pendapat perkapita penduduk Finlandia cukup tinggi yakni sebesar 53,663.028 USD pada 2021. Rekor ini naik dibanding sebelumnya yaitu 49,040.739 USD untuk 2020. Finlandia sendiri tergolong negara maju dengan infrastruktur maksimal, sistem pendidikan, pelayanan kesehatan dan kebudayaan yang dinamis.
Dilansir dari laman Ministry of Education and Culture Finlandia, ada sekitar 738 bangunan perpustakaan dan 140 perpustakaan keliling di negeri berpenduduk 5,5 juta jiwa itu. Jadi jangan heran jika penduduk Finlandia dinobatkan sebagai penduduk dengan minat membaca tertinggi di dunia karena negara menyediakan semua fasilitas tersebut secara lengkap.
Bahkan, pemerintah Finlandia benar-benar mendukung pendidikan anak sejak dini, lho. Di mana setelah bersekolah, setiap anak diwajibkan belajar bahasa Inggris dan membaca satu buku setiap minggu. Bukan hanya menjadi beban pelajaran kelas semata, sistem pendidikan seperti ini membantu budaya baca tumbuh jadi kultur masyarakat Finlandia.
Kultur bercerita rasanya sudah menjadi tradisi orang-orang Finlandia dari masa ke masa. Dongeng folk dan mitologi Finlandia diceritakan untuk membentuk karakter anak, misalnya memperkenalkan dengan hal-hal yang baik dan buruk, menghormati orang tua, dan menghargai sesama. Lewat tradisi bercerita ini, minat baca terpupuk sejak dini. Selain itu, keaktifan orang tua sebagai penunjang belajar anak pun dapat terus berjalan. Tradisi inilah yang membuat minat baca dalam keluarga menjadi berkembang.
Kemudian yang tak kalah menarik adalah tidak adanya alih suara untuk program televisi berbahasa asing untuk meningkatkan kemampuan membaca cepat masyarakat Finlandia, terutama anak-anak.
2. Belanda
Sama seperti Finlandia, Belanda menjadi salah satu negara yang menumbuhkan budaya membaca sejak dini. Bayi-bayi yang ada di Belanda ketika berusia empat bulan otomatis mendapatkan formulir keanggotaan perpustakaan umum.
Formulir keanggotaan yang dikirimkan ke rumah masing-masing bayi itu juga dilengkapi dengan seperangkat buku bacaan untuk bayi dan orangtuanya. Setelah formulir diisi dan diberikan ke petugas perpustakaan umum, barulah orang tua bisa mengajak bayinya dan meminjam buku secara cuma-cuma.
Sebagai catatan, keanggotaan perpustakaan tersebut berlaku sampai dengan usia anak menginjak 18 tahun. Adapun, sistem pendidikan di Belanda yang berupaya menumbuhkan minat baca anak-anak lewat kewajiban membaca buku setiap pagi sebelum mengawali pelajaran dan sore hari sebelum pulang. Selain itu, sekolah-sekolah di Belanda juga membuat agenda rutin kunjungan ke perpustakaan umum. Terdapat 763 perpustakaan umum di Belanda untuk melayani penduduk sebanyak 17,6 juta jiwa.
Kemudian, ada pula De National Voorleesdagen atau Pekan Membaca Nasional yang diadakan sekali dalam setahun selama 10 hari pada bulan Januari-Februari yang didukung oleh seluruh elemen masyarakat di seluruh penjuru Negeri Kincir Angin. Selain mengumumkan 10 buku terbaik tahunan, Pekan Membaca Nasional juga menjadi momentum masyarakat untuk mendapatkan buku-buku baru secara cuma-cuma dengan menukarkan buku lamanya.
3. Australia
Australia menjadi salah satu negara yang memiliki tingkat literasi yang tinggi, hal ini didukung dengan fasilitas yang sangat memadai mulai dari berbagai fasilitas dan kegiatan pendukung mencapai 1.631 unit yang disediakan oleh perpustakaan.
Salah satu upaya Australia untuk menumbuhkan budaya membaca sejak dini juga dilakukan lewat pemberian buku dalam paket bingkisan untuk keluarga yang baru memiliki bayi. Hal tersebut pertama kali diimplementasikan oleh negara bagian New South Wales pada Januari 2019 yang kemudian diikuti oleh negara bagian Victoria pada Juli 2019.
Adapun, jauh sebelumnya terdapat program tantangan membaca atau Reading Challenge untuk memotivasi orang tua menanamkan budaya membaca dalam keluarga, khususnya anak-anak. Ada beberapa program reading challenge yang bisa diikuti, seperti 1000 books before school, program tantangan membaca untuk anak usia 0-5 tahun dengan ketentuan harus menyelesaikan target membaca sebanyak 1000 buku sebelum usia anak menginjak 5 tahun.
Selain itu, ada pula program tantangan membaca tahunan, yaitu Premier's’ Reading Challenge. Program ini diperuntukkan untuk anak usia 0-15 tahun. Buku yang harus dibaca untuk program ini judulnya sudah ditentukan dengan target selesai selama empat bulan.
Tujuan dari adanya program-program tersebut adalah meningkatkan kunjungan perpustakaan umum yang dibangun oleh pemerintah di seluruh penjuru negeri. Perpustakaan yang menyediakan berbagai fasilitas dan kegiatan pendukung itu jumlahnya mencapai 1.631 unit, belum termasuk ruang baca dengan ukuran lebih kecil dan perpustakaan bergerak.
Kemudian ada pula kegiatan home reading atau membawa pulang buku dari sekolah untuk dibacakan menjelang tidur dan program Australian Reading Hour. Melalui program tersebut orang tua diminta untuk meluangkan waktunya selama satu jam khusus untuk membaca, atau membacakan buku kepada anak-anak.
Terakhir yang tak kalah menarik adalah jumpa penulis atau kegiatan Meet the Writers dan Book Week Parade di sekolah-sekolah Negeri Kanguru sebagai bentuk apresiasi terhadap minat baca anak-anak.
4. Jepang
Jepang terkenal dengan budaya disiplin yang tertanam di kebiasaan masyarakatnya. Selain itu, Jepang juga termasuk negara yang mandiri dan tidak pernah terlalu menggantungkan nasibnya kepada negara lain. Di negara maju tersebut sikap disiplin dan bertanggung jawab sudah ditanamkan dan diaplikasikan sejak dini, lho.
Salah satu kebiasaan positif lainnya di Jepang adalah kebiasaan gemar membaca. Hampir disetiap fasilitas publik seperti di kendaraan umum, di taman kota, bahkan saat menunggu antrian pun tak jarang kita akan melihat beberapa orang Jepang sedang asyik bercengkrama dengan sebuah buku di tangannya. Tidak peduli dengan kondisi berdesakan saat di keramaian sekalipun, mereka lebih memilih menghabiskan waktunya dengan membaca buku, apapun jenisnya dibanding dengan bermain gadget.
Jika diperhatikan secara detail kebanyakan buku yang diterbitkan di Jepang didesain dalam ukuran kecil, ringan, dan mudah dibawa kemana-mana. Selain itu, buku-buku terjemahan dari bahasa asing juga dapat dengan mudah ditemukan. Atas dasar itu, kemampuan literasi masyarakat Jepang pun terus berkembang pesat dan memiliki persentase yang lebih tinggi dari negara-negara di belahan dunia lain.
Sebagai catatan, toko buku di Jepang tutup lebih malam dibandingkan dengan pasar swalayan atau pusat perbelanjaan. Toko buku yang dimaksud tidak hanya toko yang menyediakan buku-buku baru tetapi juga buku-buku bekas.
Sekilas kebiasaan ini seperti merugikan toko buku karena pengunjung datang hanya untuk membaca, tidak untuk membeli. Namun, faktanya tidak demikian. Kedatangan pengunjung untuk “tachiyomi” berbanding lurus dengan penjualan buku lantaran masyarakat Jepang punya kecenderungan membeli bacaan lain selain buku yang mereka baca di toko buku.
Kemudian Pemerintah Jepang juga menyediakan perpustakaan umum dengan berbagai fasilitas pendukung seperti Wi-Fi, komputer, dan ruang baca yang nyaman. Saat ini, terdapat 3.106 perpustakaan umum di Jepang, termasuk 62 perpustakaan prefektur, 2.433 perpustakaan kota, 610 perpustakaan kota, dan satu perpustakaan daerah.
5. Swedia
Tak jauh berbeda dengan Finlandia, Swedia yang termasuk dalam negara-negara Skandinavia memberikan buku bacaan dalam paket bingkisan kepada keluarga yang baru memiliki bayi. Tentu tujuannya adalah menumbuhkan budaya membaca sejak dini.
Tingginya minat membaca masyarakat Swedia terlihat dari ramainya perpustakaan umum yang tersebar di sejumlah titik keramaian seperti pusat perbelanjaan dan stasiun kereta api. Di Stockholm saja terdapat 51 perpustakaan umum untuk melayani penduduk yang jumlahnya hanya 2,3 juta jiwa.
Jumlah buku yang bisa dipinjam setiap orang mencapai 50 buku dengan lama waktu peminjaman selama enam pekan. Bukan jumlah yang sedikit dan waktu yang sebentar dibandingkan dengan perpustakaan umum di Indonesia.
Masyarakat Swedia juga punya budaya yang unik terkait dengan membaca nih. Di mana mereka senang meninggalkan buku yang sudah selesai dibaca di tempat tertentu dengan catatan kecil bertuliskan “apakah kamu mau membaca buku ini?”. Tujuannya sangat mulia, berbagi ilmu lewat buku yang nantinya akan dibaca orang lain.
Budaya tersebut dalam perkembangannya terus menyebar keluar Swedia setelah aktris asal Inggris, Emma Watson mempopulerkan gerakan Book Fairies lewat tagar #bookfairies di akun Instagram-nya Gerakan tersebut mengajak orang-orang untuk memberikan buku secara gratis dengan cara menaruh buku di tempat yang gampang ditemukan, contohnya di bangku taman atau halte bus.
Demikian informasi mengenai negara-negara dengan budaya membaca dan tingkat literasi yang tinggi. Semoga dengan uraian tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kebiasaan membaca dan menumbuhkan minat baca anak Indonesia ya. Agar dapat mengubah peringkat literasi Indonesia di dunia pada masa yang akan datang.